Sample text

Sample Text

Kamis, 14 Februari 2013

Metode Deteksi Manajemen Laba

Empat Metode Deteksi Manajemen Laba 
Manajemen laba biasanya diteliti dengan cara peneliti membentuk hipotesis dimana manajemen laba kemungkinan bisa muncul dan menguji kemungkinan tersebut dengan metode yang tepat. Berdasarkan riset-riset yang telah dilakukan, manajemen laba bisa dideteksi dengan empat metode sebagai berikut: 
1. Pilihan metode akuntansi dan timing 
         Pilihan atas metoda akuntansi disini diinterpretasikan secara luas, termasuk pilihan atas metoda akuntansi tertentu, seperti pilihan atas kapitalisasi untuk aset intangible atau tidak. Juga bagaimana mengaplikasikan metode tersebut. Timing juga memiliki dua dimensi,yaitu: 
  • Manajer memiliki diskresi terhadap waktu ketika sebuah peristiwa ditunjukkan dalam akuntansi. Contoh ketika ada piutang tidak tertagih atau penghapusan aset. 
  • Timing transaksi yang mempengaruhi laba yang dilaporkan. Contohnya pada akhir tahun finansial, proyek R&D atau biaya advertensi diakui sehingga biaya tersebut mempengaruhi laba pada periode berikutnya. 

      Pilihan metoda akuntansi pada riset yang telah dilakukan untuk menguji apakah perusahaan menggunakan income increasing atau income decreasing, penilaian sediaan dan pilihan metoda depresiasi, serta kapitalisasi atau expense terkait dengan intangible aset dan bunga (Watts dan Zimmerman, 1986, Fields et.a.2001). Studi ini mengindikasikan bahwa perusahaan yang mengkapitalisasi R&D akan terleverage lebih tinggi, biasanya perusahaan skalanya kecil, dengan tingkat laba yang rendah serta dekat pada restriksi dividen daripada perusahaan yang memilih untuk menggunkaan expense (Raley, Vigeland, 1993 dan Abbody dan Lev, 1998). Hal ini mendukung bahwa perusahaan memilih kapitalisasi dengan tujuan untuk kelihatan lebih kuat pada aspek finansial dan peningkatan pembayaran dividen. Teoh et.al (1998c) membandingkan pilihan metode depresiasi pada IPO yang dicocokkan dengan kelompok non IPO. Analisis menunjukkan bahwa mayoritas perusahaan IPO yang memilih metode akuntansi mengaplikasikan metoda depresiasi yang lebih meningkatkan laba dari pada yang digunakan perusahaan yang non IPO. 
          Teoh et.al. (1998c) juga menguji dimensi timing dari trasaksi akuntansi ketika diuji untuk penghapusan hutang yang bermasalah dalam perusahaan saat melakukan IPO. Mereka menemukan bukti bahwa perusahaan IPO rata-rata menghapuskan hutang bermasalah lebih sedikit daripada setelah IPO. Penelitian Beaty et.al (2002) menunjukkan bahwa bank publik cenderung untuk merealisasi keuntungan sekuritas lebih tinggi dan kerugian sekuritas yang lebih rendah untuk mentransfomasi penurunana yang lebih kecil untuk melaporkan peningkatan laba. 
      Bentuk lain dari kecenderungan timing adalah penyesuaian keputusan investasi untuk mencapai tujuan laba jangka pendek. Dechow dan Sloan (1991) mengunjukkan bahwa CEO menurunkan biaya R&D memiliki tujuan untuk meningkatkan kinerja laba jangka pendek. Pengeluaran R&D digunakan untuk mencapai laba positif dan meningkatkan laba yang dilaporkan (Baber et.a.1991), menghindari penurunan laba (Bushee, 1998) atau meratakan laba (Mande dan File, 2000). 
        Pengujian hanya pada satu metode akuntansi tertentu atau pilihan timing pada satu waktu tertentu hanya akan memberikan gambaran yang terbatas akan manajemen laba. Untuk memperluas penelitian-penelitian ini kemudian dilakukan penelitian atas portofolio dari pilihan akuntansi yang berbeda untuk lebih menguatkan apakah sebuah perusahaan atau peristiwa terkait dengan pelaporan kenaikan atau penurunan laba. Strategi yang mungkin untuk melakukan hal ini adalah membagi tiap pilihan akuntansi dalam alternatif income increasing atau income decreasing dan mengujinya secara terpisah pada peusahaan (Christie dan Zimmerman, 1994). Alternatif lain adalah melalui portofolio pilihan untuk tiap perusahaan dan pengukuran pada bagaimana konservatisme kebijakan perusahaaan (Zmijewski dan Hagerman, 1981). 
2. Akrual Diskresioner 
           Manajemen laba bisa juga diproksikan dengan akrual diskesioner. Namun akrual diskresioner ini tidak bisa diobservasi lansung dari laporan keuangan, maka hasus diestimasi melalui beberap model. Model tersebut membentuk ekspektasi pada level akrual non diskresioner dan jumlah deviasi yang diobservasi secara aktual, hal ini diasumsikan sebagai akrual nondiskresioner.Sehingga akrual diskresioner didefinisikan sebagai akrual melalui model yang digunakan. Apakah ini proksi yang bagus dan tepat atau tidak untuk manajemen laba atau tidak akan bergantung pada kemampuan model untuk dengan benar memprediksi bagaimana perubahan dan kondisi bisnis mempengaruhi akrual. Banyak dari model estimasi akrual nondiskresioner perusahaan dari level akrual masa lalu perusahaan sebelum periode ketika tidak terdapat manajemen laba yang sistematik (Jones, 1991). 
             Alternaif lain adalah dengan menggunakan pendekatan cross sectional dimana level akrual normal perusahaan dalam suatu periode dibandingkan dengan akrual perusahaan pembanding pada perioda yang sama (Defond dan Jiambavlo, 1992). Penelitian dengan pendekatan, baik time series ataupun cross-sectional menghadapi maslah adanya akrual yang terjadi akan bervariasi sesuai dengan perubahan kondisi bisnis. Model akrual terkait dengan manajemen laba, diharapkan mampu mereduksi efek ii dengan mengendalikan perubahan kondisi bisnis dengan parameter yang diharapkan menyesuaikan akrual yang diekspektasikan terhadap perubahan kondisi. 
Evolusi Perubahan Model Akrual 
  1. Healy (1985) Healy (1985) menguji dalam hipotesisnya pada perilaku manajemen laba dengan menyusun observasi pada sampelnya dalam kelompok berdasarkan perilaku manajemen laba yang dihipotesiskan. Kebenaran dari hipotesis ini kemudian diuji dengan pair wise comparison dari mean total akrual (di skala dengan lagged aset total) between group dimana perilaku manajemen diasumsikan. Hal ini menghasilkan model manajemen laba sebagai berikut: DACi,t merupakan akrual diskresioner untuk perusahaan i pada periode t. TAi,t dan Ai,t-1 merupakan total akrual dan total aset untuk periode t dan t-1 untuk perusahaan 1. Healy (1985) membandingkan hasil dari persamaan diatas between grout observasian untuk menarik kesimpulan tentang level manajemen laba dalam satu grup. 
  2. De Angelo (1986) De Angelo mengestimasi level akrual perusahaan dari periode sebelum dan kemudian dipandang sebagai versi time series (Dechow et al 1995) dengan model sebagai berikut: 
  3. Modified De Angelo Model oleh Friedlan (1994) Friedlan (1994) menyatakan restriksi bahwa akrual nondiskresi stasioner antara kondisi bisnis yang berbeda. Friedlan mengasumsikan akrual nondiskresioner adalah proporsional pada aktivitas operasi yang diukur dengan sales (S). Manfaat utama dari model ini adalah tidak membutuhkan persyaratan akan ketersediaan data yang tinggi dibandingkan dengan model simpel (1) yang membiarkan level akrual diskresioner berfluktuasi antar periode yang berubah sesuai kondisi. 
  4. Jones (1991) Model yang dikemukakan oleh Jones (1991) merupakan model yang paling populer. Akrual non diskresioner diestimasi dengan regresi OLS dengan perubahan pada sales, level properti plant dan equipment sebagai variabel eksplanatori. Jones mengestimasi parameter regresi menggunakan data yang bervariasi antara 14 dan 32 tahun per perusahaan dan memperoleh model berikut: - merupakan perubahan penjualan dari periode t-1 sampai t untuk perusahaan i. PPEi,t merupakan property, plant dan equipment. - merupakan error untuk perusahaan i pada tahun t.
3.Classification Shifting 
        Masalah penelitan dalam artikel ini adalah pengklasifikasian item dalam laporan keuangan yang digunakan sebagai alat manajemen laba. Penggeseran klasifikasi oleh manajemen merupakan salah satu alat manajemen laba. Penggeseran klasifikasi yang dimaksud adalah dengan menggeser expences dari core expences. Pergerakan vertikal terhadap expences inti tidak merubah laba akhir, tetapi menyebabkan core earnings yang terlalu tinggi (overstated). Penelitian manajemen laba dengan metode ini fokus pada alokasi expences antara core expences (HPP dan penjualan, beban umum dan administratif) dan item spesial. Peneliti memposisikan bahwa manajer yang ingin mengelola core earnigns naik akan menggeser beban yang harus diklasifikasikan sebagai core expences ke item spesial. Metodologi untuk mengukur classification shifting dilakukan dengan memperkirakan bahwa core earnings dari item spesial perusahaan akan overstated pada tahun dimana item spesial tersebut diakui. Model digunakan untuk memprediksi bahwa level core earnings dan antisipasi dari unexpected core earnings (core earnings yang dilaporkan dikurangi dengan core earnings yang diprediksi) pada tahun t akan meningkat dengan item spesial pada tahun t apabila manajer menggunakan classification shifting. Penelitian Mc. Vay (2006) memodelkan perubahan dalam core earnings.
           Penelitian memprediksi bahwa unexpected change dalam core earnings dari t ke t-1 akan menurun dalam item spesial pada tahun t. Model tersebut memperkirakan perusahaan dengan penggeseran klasifikasi akan memiliki baik: (1)level core earnings yang lebih tinggi daripada yang diekspektasikan pada tahun t (2)memiliki perubahan core earings yang lebih rendah daripada perubahan core earnings yang diekspektasikan. Mc. Vay (2006) melakukan penelitian dan menemukan ada kecenderungan manajemen menggunakan classification shifting sebagai alat untuk mengelola laba dengan tujuan untuk memenuhi peramalan analis terhadap laba, sebagaimana item special cenderung untuk dikeluarkan dari definisi earnings dan pro forma analis. 
4. Manipulasi aktivitas real 
           Manipulasi aktivitas real merupakan praktik yang terpisah dari praktik operasi normal yang dimotivasi oleh keinginan manajer untuk menyesatkan pemegang saham dalam kepercayaan tertentu bahwa tujuan laporan keuangan telah dipenuhi dalam operasi normal. Pemisahan ini belum tentu memberikan konstribusi pada nilai perusahaan, walaupun mereka walaupun mereka memampukan manajer untuk memenuhi tujuan yang dilaporkan. Metode manipulasi aktivitas real tertentu seperti diskon harga dan reduksi dari discretionary ecpenditure memungkinkan tindakan optimal dalam kondisi ekonomi tertentu. Apabila manajer melakukan tindakan ini lebih ekstensif daripada normal yang ada dalam kondisi ekonomik dengan tujuan untuk memenuhi target laba, mereka melakukan dalam manipulasi aktivitas real berdasarkan definisi yang dilakukan. Pengelolaan laba dengan memanipulasi akrual dengan tidak memiliki konsekuensi langsung terhadap aliran kas langsung yang disebut dengan manipulasi akrual (Roychowdhury,2006). 
          Manajer juga memiliki insentif untuk memanipulasi aktivitas real sepanjang tahun untuk memenuhi target laba tertentu. Manipulasi aktivitas real mempengaruhi aliran kas dan dalam beberapa kasus akrual. Banyak dari riset terkini manajemen laba yang fokus pada deteksi abnormal akrual. Penelitian (Roychowdhury,2006) yang secara langsung menguji manajemen laba melalui aktivitas real dikonsentrasikan pada aktivitas investasi. Manajemen memanipulasi aktivitas real untuk menghindari kerugian pada laporan keuangan tahunan. Secara spesifik, peneliti menemukan bukti yang mendukung bahwa diskon harga terhadap pengingkatan penjualan secara temporer, atas produksi untuk melaporkan HPP yang lebih rendah dan reduksi dari discretionary expenditures untuk meningkatkan margin yagn dilaporkan. Analisis cross sectional mengungkap aktifitas ini kurang umum dengan adanya investor yang canggih. Faktor lain yang mempengaruhi manipulasi aktivitas real melibatkan keanggotaan industri, stock dari sediaan dan piutang dan insentif untuk memenuhi laba nol. Meskipun kurang kokoh, bukti dari manipulasi aktivitas real untuk memenuhi forecast tahunan analis.